Selasa, 09 Juli 2013

Palgunadi dan Dewi Anggraeni



 Anggraeni gaya Surakarta

Dewi Anggraeni sejak kecil adalah teman bermain Aswatama. Arjuna sering melihat Anggraeni, kalau di Padepokan Sokalima menyelenggarakan pendadaran para satria Pandawa dan Kurawa. Arjuna sebenarnya tertarik akan kecantikan Anggraeni.. Dewi Anggraeni, adalah puteri Prabu Hiranyadanu dari negeri Nisada.

Namun mereka masih terlalu kecil untuk bercinta. Setelah itu Anggraeni tidak ada beritanya, dan tahu tahu tiga sampai empat tahun berikutnya, terpetik berita Anggraeni telah melangsungkan perkawinannya dengan Prabu Palgunadi, Raja Paranggelung. Aswatama sebagai teman kecilnya merasa ikut bahagia, dengan kabar itu. Rupanya Aswatama dalam bersahabat dengan Anggraeni tidak ada beban perasaan apa apa, karena Aswatama telah menganggap Anggraeni sebagai adiknya sendiri.Lain dengan Arjuna, kabar itu menjadikan Arjuna terkejut dan kecewa karena ia kedahuluan Prabu Palgunadi menjadikan Anggraeni istrinya. Arjuna mmenjadi dendam dengan Prabu Palgunadi. Ia bahkan ingin mencoba kesaktian Palgunadi.

Sebenarnya dalam kanuragan panah memanah Arjuna masih mempunyai seorang pesaing lagi, yaitu Prabu Palgunadi, yang mahir dalam memanah. Walaupun ia tidak berguru pada Pandita Durna, namun cara memanahnya betul betul sangat akurat. Arjuna baru saja mengetahui, bahwa Palgunadi juga seorang kesatria pemanah yang hebat.Kini Arjuna merasa tersaingi. Arjuna ingin sekali bertemu Palgunadi, untuk mencoba kepandaian memanah Palgunadi.

Suatu hari Arjuna mendengan kabar, bahwa Prabu Palgunadi akan pergi ke Sokalima untuk meningkatkan kemahiran ilmu memanahnya, maka ia berguru pada Pandita Durna. Arjuna merasa cemburu pada Palgunadi. Jangan jangan nanti guru Durna lebih menyayangi Palgunadi.

Dalam perjalanan Arjuna ke Sokalima, Arjuna ingin bertemu bertemu dengan Dewi Anggraini.Arjuna sangat kecewa sekali, ketika melihat kereta kerajaan Paranggelung, hanya terdapat Palgunadi seorang diri. Rupanya Prabu Palgunadi berangkat seorang diri tanpa didampingi istrinya, Dewi Anggraeni,

Beberapa hari kemudian terdengar berita, Dewi Anggraeni juga mau pergi ke Sokalima, menyusul suaminya. Dewi Anggraeni bermaksud  pergi ke Sokalima. Dewi Anggraeni berangkat dari negerinya Paranggelung dengan kereta kerajaan, dengan pengawalan  beberapa perajurit.

Arjuna yang sejak lama menghadang kedatangan Dewi Anggraeni, nampak terpesona melihat kecantikan Dewi Anggraeni, menjadikan Arjuna jatuh cinta pada Dewi Anggraeni.Arjuna meminta Anggraeni menghentikan keretanya. Anggraeni ragu pada Arjuna, apakah ada maksud memberitahu ada bahaya di jalan apa hanya akan mengganggu perjalanannnya.Ternyata Arjuna meminta Anggraeni meninggalkan suaminya dan lebih baik menerima cinta Arjuna. Dewi Anggraeni tidak menanggapi cinta Arjuna. Anggraeni meminta Arjuna pergi dari hadapannya, namun Arjuna tidak mau menghentikan godaannya, Anggraei tidak kuasa lagi mengendalikan kermarahannya, Anggraenipun berteriak minta tolomg. Melihat Arjuna seperti memaksakan kehendak pada Dewi Anggraeni, Aswatama, putera Pandita Durna, yang kebetulan lewat disitu, segera membelokkan kuda yang ditumpanginya, kembali kearah kereta Paranggelung. Kemudian menyerang Arjuna. Arjuna menjadi marah dan terjadilah perkelahian antara keduanya. Aswatama meminta agar kereta Dewi Anggraeni segera meninggalkan tempat,  Dewi Anggraeni memerintahkan para pengawalnya agar  mempercepat perjalanannya. Dewi Anggraeni pun akhirnya sampai di Sokalima. Aswatama hanya dalam ukuran menit, dapat dikalahkan oleh Arjuna. Sementara itu Arjuna sampai pula di Sokalima.Dewi Anggraeni melaporkan kejadian yang baru dialami pada Prabu Palgunadi, suaminya. Ia tak kuasa membendung rasa kesedihannya, iapun menangis dipangkuan suaminya.

Prabu Palgunadi ketika itu sedang menghadap Pandita Durna untuk minta belajar memanah. Namun Pandita Durna. belum memberikan kesanggupannya.Mendengar laporan istrinya, Prabu Palgunadi menjadi marah. Sementara itu Arjunapun sudah sampai di padepokan Sokalima, Arjuna berkilah, bahwa ia tidak setega itu untuk melakukan perbuatan itu, Aswatama pun datang memberi kesaksian, bahwa apa yang dikatakan oleh Dewi Anggraeni itu benar adanya.   Arjuna menyangkal kesaksian Aswatama. Ia tidak akan berbuat seperti yang dituduhkan Aswatama. Ia tidak berbuat seperti apa yang dituduhkan Aswatama. Ia hanya kangen dengan kawan lama.    

Prabu Palgunadi tidak percaya dengan kata kata Arjuna, Palgunadi lebih percaya kepada istrinya dan kesaksian Aswatama, Prabu Palgunadi menjadi sangat marah. Prabu Palgunadi menghajar  Arjuna. Terjadilah perkelahian hebat antara Arjuna dan Palgunadi. Mereka segera keluar dari padepokan, dan berkelahi dihalaman padepokan. Mereka saling adu memanah. Keduanya sangat mahir memanah. Serangan panah Arjuna yang paling hebatpun dapat dipatahkan oleh Palgunadi. Arjuna semakin marah, Arjuna membabi buta dengan panah panahnya. Namun semua panah Arjuna dapat dikembalikan oleh Palgunadi. Arjuna kelihatannya kewalahan menghadapi Palgunadi, maka Arjuna yang juga bernama Palguna menanggalkan panahnya. Arjuna menyerang dengan tangan kosong. Palgunadi pun melayani serangan Arjuna. Kini mereka bertarung tanpa senjata.

Kekuatan mereka begitu seimbang. Tiba tiba saja Arjuna berlaku curang, ia menangkap dan berusaha merebut cincin Mustika Ampal yang dipakai pada ibu jari tangan kanan Prabu Palgunadi.Namun cincin pada  ibu jari nya telah menyatu menjadi satu, sehingga ketika cincin itu dicabut dengan paksa, maka ibu jari Prabu Palgunadi ikut terlepas dari tangan kanan Palgunadi.  Tanpa diduga sebelumnya, Prabu Palgunadi  tewas seketika. Rupanya cincin Mustika Ampal ini, hidup matinya Prabu Palgunadi. Ibu jari bercincin Mustika Ampal Prabu Palgunadi yang terambil oleh Arjuna, tiba tiba lengket dan menyatu dengan jari jari Arjuna, sehingga Arjuna tangan kanannya memiliki enam jari.

Melihat kematian suaminya, Anggraeni lari menghampiri  dan merangkul tubuh suaminya, Prabu Palgunadi. Namun suaminya telah tewas. Ketika ia mencoba membangunkan suaminya, tiba tiba bahu Anggraeni ada yang menyentuhnya, setelah dilihat nampak senyum Arjuna yang mencoba menghibur Anggraeni.  Anggraeni hancur hatinya, dan Anggraenipun melarikan diri meninggalkan Arjuna,

Aswatama mencoba melindungi Dewi Anggraeni dari kejaran Arjuna. Tetapi Aswatama dengan mudah dapat dikalahkan Arjuna. Pandita Durna meminta Arjuna agar sadar atas perbuatannya, namun Arjuna seolah olah tidak mendengar kata kata Gurunya.

Dengan kematian Prabu Palgunadi Arjuna merasa  mendapatkan  kesempatan untuk mempersunting Dewi Anggraeni menjadi istrinya. Arjuna terus mengejar Dewi Anggraeni. Langkah kaki Dewi Anggraeni terhenti, ketika didepannya sudah tidak ada  jalan yang akan dilewati,  yang ada didepannya nampak berupa jurang dan sudah tidak ada jalan lain. Sedangkan Arjuna semakin mendekatinya. Akhirnya hanya ada satu pilihan, Dewi Anggraeni terjun kedalam jurang yang dalam. Dewi Anggraeni pun tewas.

Sukma Dewi Anggraeni pun sampai di Kahyangan Jonggringsaloka. Ia disambut sukma Prabu Palgunadi. Mereka berdua memasuki Swargaloka. Sedangkan Arjuna terus mengejar sukma Dewi Anggraeni yang akan memasuki Kahyangan Jonggringsaloka.

Sementara itu Batara Narada merasa heran,ketika Arjuna datang menemuinya dan minta agar Dewi Anggraeni dikembalikan pada Arjuna. Arjuna ingin menikahinya, karena Arjuna sangat mencintainya. Batara Narada sebenarnya keberatan. tetapi untuk mengelabuhi Arjuna, maka diciptakannya Dewi Anggraeni dari daun Tunjung.

Arjuna dan Anggraeni


Arjuna merasa bahagia bisa bersanding dengan Dewi Anggraeni. Mereka berdua turun ke marcapada. Namun sesampai di Arcapada Dewi Anggraeni berubah menjadi daun tunjung. Arjuna menjadi marah, ia ingin kembali ke Kahyangan.  Tiba tiba datang Prabu Kresna mencegah  keinginan Arjuna, untuk kembali ke Kahyangan.
Prabu Kresna mengingatkan kalau semua yang terjadi ini sudah kehendak dewata
***

ANGGRAINI, DEWI, oleh para penggemar wayang di Indonesia sering digunakan sebagai lambang kesetiaan seorang istri pada suaminya. Wanita cantik itu adalah permaisuri Bambang Ekalaya alias Palgunadi, raja negeri Nisada atau Kerajaan Paranggelung. Dewi Anggraini memilih mati daripada mengkhianati cintanya pada suami.Suatu ketika Anggraini bertemu dengan Arjuna. Walaupun telah diberi tahu bahwa Anggraini sudah bersuami, Arjuna, yang merasa dirinya tampan dan sakti, dengan berbagai cara tetap berusaha merayunya. Setelah rayuannya gagal, Arjuna mencoba hendak memaksakan kehendaknya dengan cara kekerasan. Namun Dewi Anggraini memilih mati bunuh diri. Karena peristiwa ini Prabu Ekalaya marah. Ia menuntut agar Arjuna melayaninya berperang tanding. Alkirnya, dengan tipu daya Kresna yang membantu Arjuna, Ekalaya pun mati menyusul istrinya.Jalan cerita mengenai kematian Ekalaya atau Palgunadi dan Dewi Anggraini, dalam pewayangan agak berbeda. Ketika Arjuna hampir berhasil memaksakan kehendaknya pada Dewi Anggraini, Aswatama memergokinya. Putra Begawan Drona itu berhasil mencegah perbuatan nista yang akan dilakukan Arjuna pada Anggraini. Terjadilah perkelahian.

Palgunadi dan Anggraeni

Kesempatan itu digunakan Anggraini untuk lari pulang ke Kerajaan Paranggelung. Segera Anggraini mengadukan peristiwa itu pada suaminya. Namun Palgunadi tidak percaya. Ia tidak yakin Arjuna yang dikenalnya sebagai ksatria berbudi luhur mau berlaku senista itu. Prabu Palgunadi bahkan mencurigai istrinya sengaja hendak mengadu dia dengan Arjuna, dan bila ia mati terbunuh, Anggraini akan mempunyai kesempatan menjadi istri Arjuna.
Dewi Anggraini berusaha keras meyakinkan suaminya bahwa ia berkata yang sebenarnya, namun Palgunadi tetap tidak man percaya. Kecurigaan Palgunadi pada istrinya dapat dihilangkan setelah Aswatama datang memberikan kesaksian akan kebenaran laporan Dewi Anggraini.
Sesudah yakin istrinya berada di pihak yang benar, Prabu Palgunadi dengan kemarahan yang meluap segera berangkat ke Kasatrian Madukara, tempat tinggal Arjuna, untuk menyelesaikan soal itu sebagai secara laki-laki. Dalam perang tanding di antara keduanya, Palgunadi gugur. Mendengar berita kematian suaminya, Dewi Anggraini bunuh diri.

***

Dalam Mahabharata, Anggraini adalah nama istri Prabu Ekalawya alias Palgunadi, Raja Paranggelung. Ia berwajah cantik karena merupakan seorang puteri apsari (bidadari) Warsiki. Dewi Anggraini mempunyai sifat setia, murah hati, baik budi, sabar dan jatmika (selalu dengan sopan santun), menarik hati dan sangat berbakti terhadap suami.
Ketika terjadi permusuhan antara Prabu Ekalawya dengan Arjuna akibat dari perbuatan Arjuna yang mengganggu dirinya, Prabu Ekalawya mati dibunuh Resi Drona dengan cara memotong ibu jari tangan kanannya yang memakai cincin sakti Mustika Ampal.
Dewi Anggraini menunjukan kesetiaannya sebagai istri sejati. Ia melakukan bela pati, bunuh diri untuk kehormatan suami dan dirinya sendiri. Dewi Anggraini mati sebagai lambang kesetiaan seorang istri terhadap suaminya. Walaupun menghadapi godaan yang berwujud keindahan dan kelebihan orang lain, namun Dewi Anggraini tetap teguh cinta kesetianya kepada suaminya. Sebagai wujud cintanya Arjuna kepada Dewi Angraini, maka Raden Arjuna kemudian memakai nama Palgunadi sebagai nama lainnya atau disebut dasanama.

***

Hidup menjadi Indah
Ada perasaan menyesal menggelayut di dada Durna, ketika di pagi buta, pusaka Gandewa telah dibawa pergi oleh Harjuna. Walaupun langkah itu sudah digelar-digulung sebelumnya, toh kekecewaan masih juga menghampiri perasaannya. Ia membenarkan kata Aswatama, bahwa Harjuna tidak berhak atas pusaka Gandewa itu. Tetapi bagaimana lagi keputusan sudah dijalankan, dan pusaka telah dibawa Harjuna ke Panggombakan.
Perasaan bersalah kepada Aswatama itulah yang kemudian ingin ditebus dengan keinginannya untuk membahagiakan anak semata wayang. Melalui ketajaman naluri, Resi Durna mampu melihat bahwasanya semenjak kedatangan Ekalaya dan Anggraeni, Aswatama senantiasa memperlihatkan keceriaannya. Ekalaya, raja besar yang mewarisi kerajaan ayahnya, Prabu Hiranyadanu dari negeri Nisada, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Paranggelung. Melihat sikap Astatama, Sang Resi harus berpikir seribu kali untuk menolak Ekalaya. Karena jika hal itu dilakukan, tentunya Ekalaya dan Anggraeni segera angkat kaki dari bumi Sokalima. Akibatnya, Aswatama akan bersedih dan kecewa. Maka mau tidak mau, demi kebahagiaan anaknya, Durna harus menahan Ekalaya, khususnya Anggraeni, agar Aswatama tidak terpukul hatinya untuk yang ke dua kali.
Sang Resi sendiri mengakui bahwa Raja Paranggelung serta prameswarinya itu merupakan pasangan yang sempurna. Keduanya tampan dan cantik jelita, ramah, santun, rendah hati dan sangat menghormati sesamanya. Sehingga setiap orang yang berjumpa dan berbincang-bincang dengan mereka akan merasa berharga sebagai manusia.
Malam itu Ekalaya, Anggraeni dan Aswatama memenuhi panggilan Sang Resi datang di pendapa induk padepokan. Sembah yang diberikan Ekalaya membuat Durna layak untuk berbesar hati. Lebih-lebih prameswarinya, Anggraeni, yang santun dan selalu memperlihatkan senyumnya, akan membuat siapa saja enggan meninggalkan sapaan lembut yang menyejukkan sanubari.
“Ekalaya, walaupun dalam pengamatanku engkau sudah menampakan kesungguhan berguru kepadaku, untuk saat ini aku belum akan mengangkatmu sebagai murid. Namun jangan berkecil hati, engkau aku beri kesempatan belajar pengetahuan tentang ilmu yang aku ajarkan kepada murid-muridku di Sokalima.”
Bagi Ekalaya, kesempatan yang diberikan oleh Pandita Durna sudah lebih dari cukup. Oleh karenanya Ekalaya berjanji ingin menggunakan kesempatan berharga tersebut dengan sebaik-baiknya.
Sejak awal, Ekalaya yang juga bernama Palgunadi, datang ke Sokalima untuk memperdalam ilmu memanah. Karena bagi Ekalaya, raja Nisada atau Paranggelung, ilmu dan ketrampilan memanah merupakan pelajaran wajib bagi seluruh rakyat di negeri itu. Maka ketika mendengar bahwa di Sokalima diajarkan ilmu memanah tingkat tinggi, Ekalaya berkeinginan memperdalam ilmu memanah kepada Resi Durna, Guru Besar di padepokan Sokalima.
Waktu berjalan cepat, tak terasa sudah hampir setahun Ekalaya belajar kepada Pandita Durna. Tidak peduli dengan predikat murid yang belum didapat, Ekalaya telah menyerap pengetahuan ilmu-ilmu Sokalima, termasuk ilmu memanah. Namun ilmu saja belum cukup, oleh karenanya Ekalaya ingin mempraktekkan ilmu yang didapat dari Pandita Durna, terutama ilmu memanah.
Suatu malam Ekalaya bermimpi sedang belajar memanah di sebuah taman asri di tengah hutan. Di sudut taman terdapat patung Pandita Durna yang sedang tersenyum, seakan-akan bangga melihat kemampuan muridnya. Bagi Ekalaya, belajar memanah di depan patung Pandita Durna tersebut terasa mendapat energi yang luar biasa sehingga dapat menggugah jiwa dan mengobarkan semangat dalam belajar.
Sejak mimpi itu, Ekalaya berkeinginan membuat tempat latihan seperti pada gambaran mimpinya tersebut. Dewi Anggraeni, sebagai isteri setia, menyetujui niat suaminya. Aswatama dengan penuh kebaikan melayani segala sesuatu yang dibutuhkan demi kelancaran Ekalaya dalam menuntut ilmu. Sehingga bagi Ekalaya dan Anggraeni, Aswatama mendapat tempat khusus di hati keduanya karena jasa-jasanya.
Pernah terlintas dibenak Ekalaya dan Anggraeni, kelak jika tugasnya di Sokalima telah selesai, mereka berkeinginan memboyong Aswatama ke Paranggelung untuk diberi kedudukan tinggi sebagai sahabat raja.
Waktu satu tahun selama perjumpaannya dengan Ekalaya dan Anggraeni khususnya, telah mampu menggeser semua sejarah hidup Aswatama yang sudah hampir mendekati 30 tahun. Hidup lama telah diganti hidup baru. Bagi Aswatama, pasangan Ekalaya dan Anggraeni telah mampu mengubah hidupnya secara luar biasa. Aswatama yang semula merasa lebih rendah atau tidak lebih berharga dibandingkan dengan para ksatria Pandhawa, ternyata ia sangat berharga di mata raja besar Paranggelung beserta prameswarinya. Jika selama ini Aswatama tidak percaya diri akan kemampuannya di hadapan orang tuanya, kini mulai menemukan banyak kelebihan dihadapan sang Raja sakti dari negara Nisada. Sungguh ajaib, perjumpaannya dengan Ekalaya dan Anggraeni yang penuh kasih dan rendah hati, membuat hidup Aswatama indah berseri bagai pelangi.
Keindahan malam itu, malam bulan purnama, menjadi semakin indah ketika dari bibir nan lembut indah, mengalun suara kidungan yang merdu menyusup kalbu.
“Anggraeni-Anggraeni, engkau manusia nan sempurna Karena kesempurnaanmu sebagai manusia, engkau bak bidadari yang turun ke dunia. Seperti ia kah ibuku Bidadari Wilutama?
Ibu, ibu, aku rindu padamu.”
Herjaka HS


***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar