Anggraeni gaya Surakarta
Dewi Anggraeni sejak kecil adalah teman bermain Aswatama. Arjuna sering melihat Anggraeni, kalau di Padepokan Sokalima menyelenggarakan pendadaran para satria Pandawa dan Kurawa. Arjuna sebenarnya tertarik akan kecantikan Anggraeni.. Dewi Anggraeni, adalah puteri Prabu Hiranyadanu dari negeri Nisada.
Namun mereka
masih terlalu kecil untuk bercinta. Setelah itu Anggraeni tidak ada
beritanya, dan tahu tahu tiga sampai empat tahun berikutnya, terpetik
berita Anggraeni telah melangsungkan perkawinannya dengan Prabu
Palgunadi, Raja Paranggelung. Aswatama sebagai teman kecilnya merasa
ikut bahagia, dengan kabar itu. Rupanya Aswatama dalam bersahabat dengan
Anggraeni tidak ada beban perasaan apa apa, karena Aswatama telah
menganggap Anggraeni sebagai adiknya sendiri.Lain dengan Arjuna, kabar
itu menjadikan Arjuna terkejut dan kecewa karena ia kedahuluan Prabu
Palgunadi menjadikan Anggraeni istrinya. Arjuna mmenjadi dendam dengan
Prabu Palgunadi. Ia bahkan ingin mencoba kesaktian Palgunadi.
Sebenarnya
dalam kanuragan panah memanah Arjuna masih mempunyai seorang pesaing
lagi, yaitu Prabu Palgunadi, yang mahir dalam memanah. Walaupun ia tidak
berguru pada Pandita Durna, namun cara memanahnya betul betul sangat
akurat. Arjuna baru saja mengetahui, bahwa Palgunadi juga seorang
kesatria pemanah yang hebat.Kini Arjuna merasa tersaingi. Arjuna ingin
sekali bertemu Palgunadi, untuk mencoba kepandaian memanah Palgunadi.
Suatu hari
Arjuna mendengan kabar, bahwa Prabu Palgunadi akan pergi ke Sokalima
untuk meningkatkan kemahiran ilmu memanahnya, maka ia berguru pada
Pandita Durna. Arjuna merasa cemburu pada Palgunadi. Jangan jangan nanti
guru Durna lebih menyayangi Palgunadi.
Dalam
perjalanan Arjuna ke Sokalima, Arjuna ingin bertemu bertemu dengan Dewi
Anggraini.Arjuna sangat kecewa sekali, ketika melihat kereta kerajaan
Paranggelung, hanya terdapat Palgunadi seorang diri. Rupanya Prabu
Palgunadi berangkat seorang diri tanpa didampingi istrinya, Dewi
Anggraeni,
Beberapa hari
kemudian terdengar berita, Dewi Anggraeni juga mau pergi ke Sokalima,
menyusul suaminya. Dewi Anggraeni bermaksud pergi ke Sokalima. Dewi
Anggraeni berangkat dari negerinya Paranggelung dengan kereta kerajaan,
dengan pengawalan beberapa perajurit.
Arjuna yang
sejak lama menghadang kedatangan Dewi Anggraeni, nampak terpesona
melihat kecantikan Dewi Anggraeni, menjadikan Arjuna jatuh cinta pada
Dewi Anggraeni.Arjuna meminta Anggraeni menghentikan keretanya.
Anggraeni ragu pada Arjuna, apakah ada maksud memberitahu ada bahaya di
jalan apa hanya akan mengganggu perjalanannnya.Ternyata Arjuna meminta
Anggraeni meninggalkan suaminya dan lebih baik menerima cinta Arjuna.
Dewi Anggraeni tidak menanggapi cinta Arjuna. Anggraeni meminta Arjuna
pergi dari hadapannya, namun Arjuna tidak mau menghentikan godaannya,
Anggraei tidak kuasa lagi mengendalikan kermarahannya, Anggraenipun
berteriak minta tolomg. Melihat Arjuna seperti memaksakan kehendak pada
Dewi Anggraeni, Aswatama, putera Pandita Durna, yang kebetulan lewat
disitu, segera membelokkan kuda yang ditumpanginya, kembali kearah
kereta Paranggelung. Kemudian menyerang Arjuna. Arjuna menjadi marah dan
terjadilah perkelahian antara keduanya. Aswatama meminta agar kereta
Dewi Anggraeni segera meninggalkan tempat, Dewi Anggraeni memerintahkan
para pengawalnya agar mempercepat perjalanannya. Dewi Anggraeni pun
akhirnya sampai di Sokalima. Aswatama hanya dalam ukuran menit, dapat
dikalahkan oleh Arjuna. Sementara itu Arjuna sampai pula di
Sokalima.Dewi Anggraeni melaporkan kejadian yang baru dialami pada Prabu
Palgunadi, suaminya. Ia tak kuasa membendung rasa kesedihannya, iapun
menangis dipangkuan suaminya.
Prabu
Palgunadi ketika itu sedang menghadap Pandita Durna untuk minta belajar
memanah. Namun Pandita Durna. belum memberikan kesanggupannya.Mendengar
laporan istrinya, Prabu Palgunadi menjadi marah. Sementara itu Arjunapun
sudah sampai di padepokan Sokalima, Arjuna berkilah, bahwa ia tidak
setega itu untuk melakukan perbuatan itu, Aswatama pun datang memberi
kesaksian, bahwa apa yang dikatakan oleh Dewi Anggraeni itu benar
adanya. Arjuna menyangkal kesaksian Aswatama. Ia tidak akan berbuat
seperti yang dituduhkan Aswatama. Ia tidak berbuat seperti apa yang
dituduhkan Aswatama. Ia hanya kangen dengan kawan lama.
Prabu Palgunadi tidak percaya dengan kata kata Arjuna, Palgunadi lebih percaya kepada istrinya dan kesaksian Aswatama, Prabu Palgunadi menjadi sangat marah. Prabu Palgunadi menghajar Arjuna. Terjadilah perkelahian hebat antara Arjuna dan Palgunadi. Mereka segera keluar dari padepokan, dan berkelahi dihalaman padepokan. Mereka saling adu memanah. Keduanya sangat mahir memanah. Serangan panah Arjuna yang paling hebatpun dapat dipatahkan oleh Palgunadi. Arjuna semakin marah, Arjuna membabi buta dengan panah panahnya. Namun semua panah Arjuna dapat dikembalikan oleh Palgunadi. Arjuna kelihatannya kewalahan menghadapi Palgunadi, maka Arjuna yang juga bernama Palguna menanggalkan panahnya. Arjuna menyerang dengan tangan kosong. Palgunadi pun melayani serangan Arjuna. Kini mereka bertarung tanpa senjata.
Kekuatan
mereka begitu seimbang. Tiba tiba saja Arjuna berlaku curang, ia
menangkap dan berusaha merebut cincin Mustika Ampal yang dipakai pada
ibu jari tangan kanan Prabu Palgunadi.Namun cincin pada ibu jari nya
telah menyatu menjadi satu, sehingga ketika cincin itu dicabut dengan
paksa, maka ibu jari Prabu Palgunadi ikut terlepas dari tangan kanan
Palgunadi. Tanpa diduga sebelumnya, Prabu Palgunadi tewas seketika.
Rupanya cincin Mustika Ampal ini, hidup matinya Prabu Palgunadi. Ibu
jari bercincin Mustika Ampal Prabu Palgunadi yang terambil oleh Arjuna,
tiba tiba lengket dan menyatu dengan jari jari Arjuna, sehingga Arjuna
tangan kanannya memiliki enam jari.
Melihat
kematian suaminya, Anggraeni lari menghampiri dan merangkul tubuh
suaminya, Prabu Palgunadi. Namun suaminya telah tewas. Ketika ia mencoba
membangunkan suaminya, tiba tiba bahu Anggraeni ada yang menyentuhnya,
setelah dilihat nampak senyum Arjuna yang mencoba menghibur Anggraeni.
Anggraeni hancur hatinya, dan Anggraenipun melarikan diri meninggalkan
Arjuna,
Aswatama
mencoba melindungi Dewi Anggraeni dari kejaran Arjuna. Tetapi Aswatama
dengan mudah dapat dikalahkan Arjuna. Pandita Durna meminta Arjuna agar
sadar atas perbuatannya, namun Arjuna seolah olah tidak mendengar kata
kata Gurunya.
Dengan kematian Prabu Palgunadi Arjuna merasa mendapatkan kesempatan untuk mempersunting Dewi Anggraeni menjadi istrinya. Arjuna terus mengejar Dewi Anggraeni. Langkah kaki Dewi Anggraeni terhenti, ketika didepannya sudah tidak ada jalan yang akan dilewati, yang ada didepannya nampak berupa jurang dan sudah tidak ada jalan lain. Sedangkan Arjuna semakin mendekatinya. Akhirnya hanya ada satu pilihan, Dewi Anggraeni terjun kedalam jurang yang dalam. Dewi Anggraeni pun tewas.
Sukma Dewi Anggraeni pun sampai di Kahyangan Jonggringsaloka. Ia disambut sukma Prabu Palgunadi. Mereka berdua memasuki Swargaloka. Sedangkan Arjuna terus mengejar sukma Dewi Anggraeni yang akan memasuki Kahyangan Jonggringsaloka.
Sementara itu
Batara Narada merasa heran,ketika Arjuna datang menemuinya dan minta
agar Dewi Anggraeni dikembalikan pada Arjuna. Arjuna ingin menikahinya,
karena Arjuna sangat mencintainya. Batara Narada sebenarnya keberatan.
tetapi untuk mengelabuhi Arjuna, maka diciptakannya Dewi Anggraeni dari
daun Tunjung.
Arjuna merasa
bahagia bisa bersanding dengan Dewi Anggraeni. Mereka berdua turun ke
marcapada. Namun sesampai di Arcapada Dewi Anggraeni berubah menjadi
daun tunjung. Arjuna menjadi marah, ia ingin kembali ke Kahyangan. Tiba
tiba datang Prabu Kresna mencegah keinginan Arjuna, untuk kembali ke
Kahyangan.
Prabu Kresna mengingatkan kalau semua yang terjadi ini sudah kehendak dewata
***
ANGGRAINI, DEWI, oleh
para penggemar wayang di Indonesia sering digunakan sebagai lambang
kesetiaan seorang istri pada suaminya. Wanita cantik itu adalah
permaisuri Bambang Ekalaya alias Palgunadi, raja negeri Nisada atau
Kerajaan Paranggelung. Dewi Anggraini memilih mati daripada mengkhianati
cintanya pada suami.Suatu ketika Anggraini bertemu dengan Arjuna.
Walaupun telah diberi tahu bahwa Anggraini sudah bersuami, Arjuna, yang
merasa dirinya tampan dan sakti, dengan berbagai cara tetap berusaha
merayunya. Setelah rayuannya gagal, Arjuna mencoba hendak memaksakan
kehendaknya dengan cara kekerasan. Namun Dewi Anggraini memilih mati
bunuh diri. Karena peristiwa ini Prabu Ekalaya marah. Ia menuntut agar
Arjuna melayaninya berperang tanding. Alkirnya, dengan tipu daya Kresna
yang membantu Arjuna, Ekalaya pun mati menyusul istrinya.Jalan cerita
mengenai kematian Ekalaya atau Palgunadi dan Dewi Anggraini, dalam
pewayangan agak berbeda. Ketika Arjuna hampir berhasil memaksakan
kehendaknya pada Dewi Anggraini, Aswatama memergokinya. Putra Begawan
Drona itu berhasil mencegah perbuatan nista yang akan dilakukan Arjuna
pada Anggraini. Terjadilah perkelahian.
Palgunadi dan Anggraeni
Kesempatan itu digunakan Anggraini untuk
lari pulang ke Kerajaan Paranggelung. Segera Anggraini mengadukan
peristiwa itu pada suaminya. Namun Palgunadi tidak percaya. Ia tidak
yakin Arjuna yang dikenalnya sebagai ksatria berbudi luhur mau berlaku
senista itu. Prabu Palgunadi bahkan mencurigai istrinya sengaja hendak
mengadu dia dengan Arjuna, dan bila ia mati terbunuh, Anggraini akan
mempunyai kesempatan menjadi istri Arjuna.
Dewi Anggraini berusaha keras meyakinkan
suaminya bahwa ia berkata yang sebenarnya, namun Palgunadi tetap tidak
man percaya. Kecurigaan Palgunadi pada istrinya dapat dihilangkan
setelah Aswatama datang memberikan kesaksian akan kebenaran laporan Dewi
Anggraini.
Sesudah yakin istrinya berada di pihak
yang benar, Prabu Palgunadi dengan kemarahan yang meluap segera
berangkat ke Kasatrian Madukara, tempat tinggal Arjuna, untuk
menyelesaikan soal itu sebagai secara laki-laki. Dalam perang tanding di
antara keduanya, Palgunadi gugur. Mendengar berita kematian suaminya,
Dewi Anggraini bunuh diri.
***
Dalam Mahabharata, Anggraini adalah nama istri Prabu Ekalawya alias Palgunadi, Raja Paranggelung. Ia berwajah cantik karena merupakan seorang puteri apsari (bidadari) Warsiki. Dewi Anggraini mempunyai sifat setia, murah hati, baik budi, sabar dan jatmika (selalu dengan sopan santun), menarik hati dan sangat berbakti terhadap suami.
Ketika terjadi permusuhan antara Prabu Ekalawya dengan Arjuna akibat dari perbuatan Arjuna yang mengganggu dirinya, Prabu Ekalawya mati dibunuh Resi Drona dengan cara memotong ibu jari tangan kanannya yang memakai cincin sakti Mustika Ampal.
Dewi Anggraini menunjukan kesetiaannya sebagai istri sejati. Ia melakukan bela pati, bunuh diri untuk kehormatan suami dan dirinya sendiri. Dewi Anggraini mati sebagai lambang kesetiaan seorang istri terhadap suaminya. Walaupun menghadapi godaan yang berwujud keindahan dan kelebihan orang lain, namun Dewi Anggraini tetap teguh cinta kesetianya kepada suaminya. Sebagai wujud cintanya Arjuna kepada Dewi Angraini, maka Raden Arjuna kemudian memakai nama Palgunadi sebagai nama lainnya atau disebut dasanama.
***
Hidup menjadi Indah
Ada perasaan
menyesal menggelayut di dada Durna, ketika di pagi buta, pusaka
Gandewa telah dibawa pergi oleh Harjuna. Walaupun langkah itu sudah
digelar-digulung sebelumnya, toh kekecewaan masih juga menghampiri
perasaannya. Ia membenarkan kata Aswatama, bahwa Harjuna tidak
berhak atas pusaka Gandewa itu. Tetapi bagaimana lagi keputusan
sudah dijalankan, dan pusaka telah dibawa Harjuna ke Panggombakan.
Perasaan
bersalah kepada Aswatama itulah yang kemudian ingin ditebus dengan
keinginannya untuk membahagiakan anak semata wayang. Melalui
ketajaman naluri, Resi Durna mampu melihat bahwasanya semenjak
kedatangan Ekalaya dan Anggraeni, Aswatama senantiasa memperlihatkan
keceriaannya. Ekalaya, raja besar yang mewarisi kerajaan ayahnya,
Prabu Hiranyadanu dari negeri Nisada, yang kemudian lebih dikenal
dengan nama Paranggelung. Melihat sikap Astatama, Sang Resi harus
berpikir seribu kali untuk menolak Ekalaya. Karena jika hal itu
dilakukan, tentunya Ekalaya dan Anggraeni segera angkat kaki dari
bumi Sokalima. Akibatnya, Aswatama akan bersedih dan kecewa. Maka
mau tidak mau, demi kebahagiaan anaknya, Durna harus menahan Ekalaya,
khususnya Anggraeni, agar Aswatama tidak terpukul hatinya untuk yang
ke dua kali.
Sang Resi
sendiri mengakui bahwa Raja Paranggelung serta prameswarinya itu
merupakan pasangan yang sempurna. Keduanya tampan dan cantik jelita,
ramah, santun, rendah hati dan sangat menghormati sesamanya.
Sehingga setiap orang yang berjumpa dan berbincang-bincang dengan
mereka akan merasa berharga sebagai manusia.
Malam itu
Ekalaya, Anggraeni dan Aswatama memenuhi panggilan Sang Resi datang
di pendapa induk padepokan. Sembah yang diberikan Ekalaya membuat
Durna layak untuk berbesar hati. Lebih-lebih prameswarinya,
Anggraeni, yang santun dan selalu memperlihatkan senyumnya, akan
membuat siapa saja enggan meninggalkan sapaan lembut yang
menyejukkan sanubari.
“Ekalaya,
walaupun dalam pengamatanku engkau sudah menampakan kesungguhan
berguru kepadaku, untuk saat ini aku belum akan mengangkatmu sebagai
murid. Namun jangan berkecil hati, engkau aku beri kesempatan
belajar pengetahuan tentang ilmu yang aku ajarkan kepada
murid-muridku di Sokalima.”
Bagi Ekalaya,
kesempatan yang diberikan oleh Pandita Durna sudah lebih dari cukup.
Oleh karenanya Ekalaya berjanji ingin menggunakan kesempatan
berharga tersebut dengan sebaik-baiknya.
Sejak awal,
Ekalaya yang juga bernama Palgunadi, datang ke Sokalima untuk
memperdalam ilmu memanah. Karena bagi Ekalaya, raja Nisada atau
Paranggelung, ilmu dan ketrampilan memanah merupakan pelajaran wajib
bagi seluruh rakyat di negeri itu. Maka ketika mendengar bahwa di
Sokalima diajarkan ilmu memanah tingkat tinggi, Ekalaya berkeinginan
memperdalam ilmu memanah kepada Resi Durna, Guru Besar di padepokan
Sokalima.
Waktu berjalan
cepat, tak terasa sudah hampir setahun Ekalaya belajar kepada
Pandita Durna. Tidak peduli dengan predikat murid yang belum didapat,
Ekalaya telah menyerap pengetahuan ilmu-ilmu Sokalima, termasuk ilmu
memanah. Namun ilmu saja belum cukup, oleh karenanya Ekalaya ingin
mempraktekkan ilmu yang didapat dari Pandita Durna, terutama ilmu
memanah.
Suatu malam
Ekalaya bermimpi sedang belajar memanah di sebuah taman asri di
tengah hutan. Di sudut taman terdapat patung Pandita Durna yang
sedang tersenyum, seakan-akan bangga melihat kemampuan muridnya.
Bagi Ekalaya, belajar memanah di depan patung Pandita Durna tersebut
terasa mendapat energi yang luar biasa sehingga dapat menggugah jiwa
dan mengobarkan semangat dalam belajar.
Sejak mimpi itu,
Ekalaya berkeinginan membuat tempat latihan seperti pada gambaran
mimpinya tersebut. Dewi Anggraeni, sebagai isteri setia, menyetujui
niat suaminya. Aswatama dengan penuh kebaikan melayani segala
sesuatu yang dibutuhkan demi kelancaran Ekalaya dalam menuntut ilmu.
Sehingga bagi Ekalaya dan Anggraeni, Aswatama mendapat tempat khusus
di hati keduanya karena jasa-jasanya.
Pernah
terlintas dibenak Ekalaya dan Anggraeni, kelak jika tugasnya di
Sokalima telah selesai, mereka berkeinginan memboyong Aswatama ke
Paranggelung untuk diberi kedudukan tinggi sebagai sahabat raja.
Waktu satu
tahun selama perjumpaannya dengan Ekalaya dan Anggraeni khususnya,
telah mampu menggeser semua sejarah hidup Aswatama yang sudah hampir
mendekati 30 tahun. Hidup lama telah diganti hidup baru. Bagi
Aswatama, pasangan Ekalaya dan Anggraeni telah mampu mengubah
hidupnya secara luar biasa. Aswatama yang semula merasa lebih rendah
atau tidak lebih berharga dibandingkan dengan para ksatria Pandhawa,
ternyata ia sangat berharga di mata raja besar Paranggelung beserta
prameswarinya. Jika selama ini Aswatama tidak percaya diri akan
kemampuannya di hadapan orang tuanya, kini mulai menemukan banyak
kelebihan dihadapan sang Raja sakti dari negara Nisada. Sungguh
ajaib, perjumpaannya dengan Ekalaya dan Anggraeni yang penuh kasih
dan rendah hati, membuat hidup Aswatama indah berseri bagai pelangi.
Keindahan malam
itu, malam bulan purnama, menjadi semakin indah ketika dari bibir
nan lembut indah, mengalun suara kidungan yang merdu menyusup kalbu.
“Anggraeni-Anggraeni, engkau manusia nan sempurna Karena
kesempurnaanmu sebagai manusia, engkau bak bidadari yang turun ke
dunia. Seperti ia kah ibuku Bidadari Wilutama?
Ibu, ibu,
aku rindu padamu.”
Herjaka HS
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar